ARSIP INDONESIA PERLU CINTA SISTEMIK

 (INNER BEAUTY KARAKTER ARSIP)

Oleh: Achmad Nadjamudin Junus


ARSIP INDONESIA PERLU CINTA SISTEMIK FKKP INDONESIA

Gambaran fisik media tekstual di atas sangat tidak menarik, kertas tua dan sudah pudar warna putihnya. Namun mengamati isi informasi yang terekam di kertas lusuh tersebut, sungguh sesuatu yang luar biasa, inilah Naskah “Sumpah Pemuda” dari “Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia” yang diselenggarakan pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928.

Inner Beauty

Kondisi psikologis terhadap karakter arsip dapat dianalogikan dengan seorang gadis yang tidak cantik dan tidak dapat disejajarkan dengan gadis-gadis cantik lainnya. Mata seorang pria awam tentu dianggap paling dipercaya untuk melakukan penilaian terhadap kadar kecantikan seorang gadis. Tetapi sesungguhnya indra seorang pria dapat ditingkatkan kualitasnya dengan mengeksplorasi kecantikan lain dari seorang gadis, maka kecantikan “bagian dalam” – kecantikan yang muncul atau timbul dari dalam diri (Inner Beauty)– akan memancar kuat, sehingga gadis itu tertangkap oleh indra berkualitas akan tampil begitu penuh mempesona.

Arsip Indonesia

Namun arsip terlanjur menyandang beban psikologis yang kurang baik justru dari rakyatnya sendiri. Penjajah telah berhasil membuat orang Indonesia tidak peduli akan arsip, karena penjajah tahu benar begitu berharganya nilai sebuah arsip, sehingga kepentingan penjajah terhadap kejahatan kemanusiaan (kerja paksa/romusha/rodi, dan pelanggaran hak azazi manusia lainnya) tidak banyak diketahui beritanya. Konon kabarnya petugas arsip pribumi yang dipilih penjajah adalah yang lugu dan buta huruf. Persyaratan sesat  menjadi sdm (sumber daya manusia) kearsipan saat ini masih saja  terpelihara, perhatikan saja di setiap lembaga/intansi pemerintah  apalagi swasta Indonesia, sdm kearsipan jauh kualitasnya dengan sdm yang bekerja di cor – nya organisasi, menunjukkan ketidakpedulian atau ketidaktahuan terhadap peran strategis arsip mereka dan negara sendiri.

Mengurangi beban psikologis arsip dari pandangan rakyatnya sendiri. Penulis ingin mempopulerkan sebutan arsip di begeri ini dengan menambah kata Indonesia sehingga sebutannya menjadi: “Arsip Indonesia”, dengan tujuan agar cinta terhadap Indonesia-nya pun selalu melekat.

70 (tujuh puluh) Tahun sudah Indonesia merdeka, perhatian Negara terhadap kearsipan sungguh luar biasa, namun kalau ditanyakan pada setiap pelajar SMA maka akan dijawab bahwa arsip itu penting !!!  …Titik. Hanya sebatas itulah rata-rata remaja kita memandang arsip,  Mereka tidak salah, karena memang dalam kurikulum sekolahnya tidak ada pelajaran tentang kearsipan, bagaimana mengelola arsip atau dengan  kata lain tidak ada pembelajaran untuk dapat mencintai arsip.

Arsip itu pusat ingatan, sumber informasi, dan bahan sejarah, bukan sekedar jendela dunia seperti julukan untuk buku pustaka. Arsip tak ubahnya seperti “kekayaan yang tersimpam dalam perut bumi”, perlu dieksplorasi untuk mendapatkan manfaat yang luar biasa. Atau Kalau boleh diibaratkan juga bahwa arsip itu seperti batu akik yang perlu digosok berulang-ulang,maka akan muncul pancaran kecermelangannya dari dalam batu mulia tersebut.

Cinta Sistemik

Penulis prihatin dan heran terhadap seringnya orang mendengungkan kata-kata slogan  “Cinta Indonesia”; “Cinta Produk Indonesia”; “Indonesia Pasti Bisa”; “Garuda di Dadaku”, dan banyak lagi slogan lainnya. Apakah cukup dengan slogan-slogan (emosi) sesaat itu untuk cinta Indonesia? Sangat menyedihkan padahal sudah ada cara mudah mencintai tanah air namun terhenti setelah pelajar kita meninggalkan bangku SMA. Coba perhatikan kejanggalan ini, mengapa setiap hari Senin di tingkat SD, SMP, dan SMA para Pelajar termasuk kita dulu wajib mengikuti “Upacara Bendera”? Lantas mengapa setelah menjadi mahasiswa di kampus tidak  diwajibkan upacara bendera? Padahal justru yang paling wajib mengikuti upacara bendera itu sepatutnya-lah kaum intelek kampus yang sebentar lagi (setelah lulus) merekalah yang akan menjadi pegawai/pekerja bahkan pemimpin dalam membangun negeri. Bukankah status nya bukan Lagi  “Siswa”, tetapi sudah ditambahkan kata “Maha” :  “Maha … Siswa” ?

Cinta Arsip pun demikian, kesadaran masyarakat pada umumnya terhadap arsip sangat tidak menggembirakan. Kiranya Arsip Indonesia perlu menerapkan metode terobosan dari out of the box thinking Penulis, yaitu Cinta Sistemik (Sistemis/Systemic) Arsip Indonesia. Maksud dari Cinta Sistemik adalah tindakan untuk mencintai (karakter arsip) secara konsisten dan terus menerus yang dimulai dari generasi awal (usia dini).

Mata Pelajaran

Meski terlambat tetapi jangan diperlambat lagi, penerapan metode Cinta Sistemik terhadap Arsip Indonesia ini. Lembaga yang terkait dan berwenang dalam hal ini (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan & Arsip Nasional Republik ndonesia) harus fokus dan bergegas melakukan metode Cinta Sistemik Arsip Indonesia. Sasaran strategisnya adalah dimulai dari pendidikan dasar terus berjenjang sampai dengan tingkat sekolah menegah atas. Bahkan perlu diperjuangkan agar materi kearsipan menjadi mata kuliah dasar umum di perguruan tinggi. Andaikan Penulis memiliki wewenang, maka sesegera mungkin akan membentuk Tim Penyusunan Buku Mata  Pelajaran Cinta Sistemik Arsip Indonesia secara berjenjang mulai tigkat SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan Tinggi.

Buku CINTA ARNESIA (Cinta Arsip Indonesia)  – demikian saya berikan judul buku tersebut – bagi siswa tingkat dasar memuat kecintaan seorang anak untuk membaca dan menulis. Dalam pelajaran menulis mereka diminta merekam (mencatat)  setiap kejadian menarik di lingkungannya. Kenalkan mereka dengan buku “Diary” dalam bentuk yang menarik dan lucu. Catatan Harian yang anak-anak buat sendiri itu akan tertanam kecintaan terhadap hasil karyanya sendiri. Diary anak tersebut akan disimpan mereka dengan hati-hati (pelajaran penyimpanan arsip) dan menjaganya agar orang lain  tidak boleh ada yang membaca (pelajaran kerahasiaan).

Sudah terlalu banyak slogan yang menyuarakan betapa pentingnya eksistensi arsip di tengah-tengah aktivitas kehidupan ini. Hanya bagus untuk jangka pendek, namun untuk jangka panjang dan mendasar sangat mungkin tidak berdampak. Ambil saja buktinya terhadap larangan merokok. Peringatan Keras sudah tertera di bungkus rokok dengan isi yang  sangat mengerikan, namun di mata pecandu rokok tulisan peringatan tersebut hanyalah bentuk sastra yang indah.

Apabila pembaca sepakat terhadap  ide strategis/metode terobosan dari Penulis untuk menjadikan materi kearsipan sebagai materi pelajaran mendasar para generasi baru Indonesia, berikut konsep Metode Ccinta Sistemik Arsip Indonesia  antara lain:

 

CINTA ARNESIA

(Cinta Arsip Indonesia)

NO. TINGKAT CAKUPAN MATERI KETERANGAN
1. SD –       Mengenal Arsip Pribadi & Keluarga I.

–       Penyimpanan Arsip Pribadi & Keluarga I.

–       Pengelolaan Unit Kearsipan SD.

Buku  Pelajaran “Cinta Arsip Indonesia tingkat SD”
2. SMP –       Mengenal Arsip Pribadi & Keluarga II.

–       Penyimpanan Arsip Pribadi & Keluarga II.

–       Pengelolaan Unit Kearsipan SMP.

Buku  Pelajaran “Cinta Arsip Indonesia tingkat SMP”.
3. SMA –       Mengenal Arsip Pribadi & Keluarga III.

–       Penyimpanan Arsip Pribadi & Keluarga III.

–       Pengelolaan Unit Kearsipan SMA.

Buku Pelajaran “Cinta Arsip Indonesia tingkat SMA”
4. Perguruan Tinggi

 

–       Manajemen Kearsipan

–       Pengelolaan  Unit Kearsipan pada setiap Fakultas/ Departemen (Sedangkan Lembaga Unit Kearsipan tingkat Perguruan Tinggi Universitas/ Institut) sudah dikembangkan dan tercantum dalam UU).

Buku Pelajaran  “Cinta Arsip Indonesia tingkat Perguruan Tinggi”

 

Metode terobosan di atas sesungguhnya tanpa sadar kita  mengulang lagi bagaimana nenek moyang kita memberitakan dan menuliskan segala hal yang menyangkut peradaban manusia, sehingga atas dasar informasi yang terekam di berbagai media yang dibuat nenek moyang, kita dapat menikmati kehidupan modern yang lebih mudah di banyak hal.  Begitu pula halnya saat remaja di tahun 1980 mengenal Sandiwara Radio “Catatan Si Boy” yang disiarkan di Radio Prambors, sanggup merajai remaja Jakarta masa itu, padahal hanya mengangkat cerita dari sebuah Diary (Catatan Harian).

Sumpah Pemuda dan Arsip Pemersatu

Pada prinsipnya untuk mencintai sesuatu, dalam hal ini mencintai arsip, perlu sedini mungkin diperkenalkan kepada Anak Indonesia bagaimana “rasa” nya membuat/menciptakan arsip (tulisan dalam diary) dengan menggunakan  hati dilengkapi sensasi dan menyimpannya dengan penuh perasaan sayang dan cinta. Peran Guru sebagai pendidik profesional  sangat dipoerlukan, karena mencintai arsip harus melalui proses pembelajaran, pembimbingan, pengarahan, pelatihan, penilaian, dan pengevaluasian terhadap peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Arsip Indonesia harus diberdayakan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan data akurat, pengetahuan, wawasan untuk pengambil keputusan penting bagi bangsa yang informasinya terekam dalam media arsip dalam  bentuk apapun. Untuk memberdayakan arsip harus disiapkan terlebih dulu  sumber ajar mata pelajaran kearsipan dalam kurikulum pendidikan yang mengangkat filosofi pendidikan berbasis nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Sehingga mata pelajaran kearsipan dapat diikutkan dalam kurikulum yang difokuskan terhadap penguatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara holistik dalam pembelajaran serta penguatan penilaian proses dan hasil.

Arsip Indonesia (ARNESIA) memang perlu cinta sistemik untuk mencintai Indonesia yang Utuh dan “Satoe”: Tanah Indonesia; Bangsa Indonesia; Bahasa Indonesia. ,,,,, dan Arsip Indonesia sebagai Simpul Pemersatu Bangsa.

Aku Cinta ARNESIA !!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *