ARSIPARIS KELAS DUNIA

(REFORMASI PENDIDIKAN AHLI ARSIP)

Oleh: Achmad Nadjamudin Junus

 

ABSTRAK

 

Arsip itu tidak pernah mati, tidak boleh dikubur, dan bukan barang antik.Arsip itu harus hadir ditengah masyarakat, bukan hanya khusus untuk para peneliti.Arsip harus mampu memberi manfaat kepada banyak orang, arsip diposisikan di “Pasar Informasi” bukan sekedar membisu di ruang yang membekukan. Oleh karena itu perlu dilahirkan para Ahli Arsip dari perguruan tinggi yang mampu menjadi Arsiparis “Plus”, yakni Arsiparis yang bukan hanya terampil dalam menerapkan Sistem Kearsipan, namun mampu menyudahi “kebisuan” arsip dengan “menyuarakan” intisari informasi yang terbenam. Bukan hanya sekedar membuat deskripsi arsip, tetapi bertindak juga sebagai peneliti, sejarawan atau analis demi kepentingan strategis lembaga/instansi tempat para Arsiparis itu bekerja.Kualitas Arsiparis haruslah berkelasdunia dan jadilah selalu yang terdepan dalam menguasai informasi.Perlu reformasi mata kuliah dalam program studi kearsipan yang mampu mengantarkan mahasiswanya menjadi “Sang Obor Informasi”, menjadi orang nomor satu berkualitas dunia.

 

PENDAHULUAN

 

Melekat dalam ingatanku saat kuliah di Program Diploma Kearsipan Universitas Indonesia periode tahun 1983 – 1986, diungkapkan bahwa pada masa penjajahan, pemerintahan kolonial sengaja memperkerjakan petugas arsip yang buta huruf dan tidak pintar, dengan maksud informasi rahasia yang terkandung dalam arsip kolonial tidak diketahui/dibocorkan.

 

Awal kemerdekaan bahkan sampai dewasa ini, masih ada lembaga/instansi yang memposisikan (sengaja/tidak sengaja) bahwa Unit Kearsipan adalah unit yang tidak penting, terbukti dengan masih ditempatkannya pegawai-pegawai tidak cakap dan bahkan pegawai yang sedang terkena sanksi kedisiplinan masalah klasik). Unit Kearsipan dijadikan wadah bagi “laskar-laskar tak berguna”.Para pembuat kebijakan menganggap pekerjaan arsip adalah kegiatan sekedar menyimpan dan merapihkan arsip di gudang arsip.Sebutan gudang arsip begitu populer, karena arsip dinilai layak disimpan di gudang seperti halnya barang bekas/rongsokan. Terbukti sudah bahwa dewasa ini arsip masih banyak mengalami perlakukan sama seperti masa kolonial, bahkan tanpa sistem.

 

Pada era tahun 1970-an sudah disadari bahwa petugas kearsipan tidak pernah/jarang diberikan kesempatan untuk mengikuti upgrading dalam bidang apapun, sehingga petugas kearsipan itu pada umumnya seakan-akan tersingkir dalam kegiatan/kesibukan bidang lain di setiap lembaga/instansi atau mereka tenggelam dalam kesibukan ditumpukan arsip, sehingga kadang-kadang terlupakan atau memang sengaja tidak diperhatikan sama sekali, karena tidak dipentingkan.

 

Kepedulian dari orang nomor satu di Republik ini pernah disampaikan dalam Seminar “Tropical Archivology” tahun 1969 Presiden Soeharto mengatakan: “ ….. dokumen-dokumen Negara terserak pada berbagai tempat tanpa adanya suatu mekanisme yang wajar yang dapat menunjukkan adanya dokumen-dokumen tersebut, apabila berbagai dokumen Negara hilang atau dimusnahkan, semata-mata karena tidak disadari nilai dokumen-dokumen Negara tersebut oleh sementara pejabat, maka Pemerintah tentu akan menanggung akibat daripada hilangnya informasi, yang dapat menyulitkan Pemerintah dalam usaha-usahanya memberi pelayanan kepada Rakyat sebagai Pemerintah yang baik ….”

 

Beruntung pada Tahun 1971 “Pahlawan-pahlawan Kearsipan” berhasil melahirkan Undang-Undang tentang Kearsipan.Ada semangat kepedulian untuk menyelamatkan arsip Negara secara nasional.Lembaga Arsip Nasional RI bergiat membina kearsipan nasional dengan mengenalkan sistem pengelolaan arsip yang disebut “Pola Kearsipan Modern – Sistem Kartu Kendali”, sebagai pengganti Sistem Agenda & Sistem Kaulbach/Kaartsysteem.

 

Mengingat syarat utama menjadi manusia unggul adalah rajin membaca dan menulis, maka Arsiparis-lah yang memiliki sifat pekerjaan membaca dan mendeskripsikan segala hal dokumen dengan segala permasalahan sesuai kewenangannya.

 

Setelah puluhan tahun berlalu, penulis mengamati dinamika Unit Kearsipan di Lembaga/Instansi negeri ini masih terbatas pada proses bisnis pengelolaan sesuai sistem kearsipan. Arsip belum dapat dijadikan sebagai informasi strategis di dalam memproses suatu kebijakan/keputusan Pimpinan Lembaga/Instansi.Masih banyak para pegawai/pejabat dalam menganalisa sesuatu permasalahan tidak dapat cepat belajar dari pengalaman pendahulunya.Hal tersebut wajar, karena untuk mencari informasi terkait seringkali timbul perasaan malas untuk menelusuri arsip yang tersimpan, biasanya akan terbayang banyaknya daftar arsip yang hanya memberikan informasi terbatas “perihal”.Tidak ada deskripsi apalagi informasi ringkas/intisarinya. Dengan kata lain kalau dianalogikan dengan bidang Perpustakaan hanya ada katalog tanpa ada resensi bukunya.

 

Mimpi penulis yang telah hampir 30 tahun bersahabat dengan arsip di unit kearsipan terbaik di 2 lembaga negara (Non Departemen dan Bank Sentral) adalah setiap Lembaga/Instansi memiliki koleksi informasi yang terpadu, seperti misalnya dalam menyediakan informasi sesuatu hal/masalah sebagai Arsiparis akan menguraikan/mendeskripsikan secara ringkas informasi dari suatu koleksi arsip dalam susunan sistematis berupa informasi seperti rincian dalam melakukan Problem Solving & Decision Making yang sekurang-kurangnya memuat: (1) Identifikasi/Definisi Masalah; (2) Identifikasi Penyebab/Kategori Sebab; (3) Sebab Potensial; (4) Kajian Sebab; (5) Kesepakatan atas sebab yang paling mungkin; (6) Alternatif Solusi; (6) Solusi Utama/Terbaik; (7) Implementasi Solusi.

 

Dengan demikian mendesak sudah kebutuhan Ariparis “Plus” yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi. Jadikan lulusannya sebagai Ahli Arsip/Arsiparis Tingkat Dunia dan terbaik.

 

Tulisan ini difokuskan terhadap kurikulum mata kuliah pendidikan tinggi kearsipan, pengalaman di lapangan, perlunya peran serta Perguruan Tinggi, Lembaga/Perusahaan Swasta, dan Asosiasi Arsiparis/Masayarakat Peduli Arsip dalam membina kearsipan selain Arsip Nasional RI.

 

Tujuan tulisan ini adalah menyampaikan gagasan strategis terhadap perkembangan sumber daya manusia kearsipan melalui gerakan reformasi terhadap silabus mata kuliah program studi kearsipan, sehingga Arsiparis tidak terbatas hanya sebagai petugas dalam mengelola arsip, tetapi berpeluang luas menjadi seorang sejarawan, peneliti, analis, pimpinan lembaga, bahkan menjadi presiden sekalipun.

 

Tulisan ini akan memberikan ide/gagasan baru atau inspirasi kepada pihak-pihak yang peduli dalam dunia pendidikan tinggi kearsipan, sehingga mampu meluluskan Arsiparis Kelas Dunia guna mampu membuktikan peran strategis arsip sebagai kunci kebesaran perjalanan bangsa, pengawal kejayaan bangsa, serta simpul pemersatu bangsa

 

KERANGKA TEORI

 

  1. Pendidikan

John Dewey tokoh pendidikan dunia yang terkenal mengadakan penelitian di sekolah-sekolah dan mencoba merapkan teori pendidikannya dalam praktek di sekolah-sekolah. Hasilnya ia meninggalkan pola dan  proses pendidikan tradisional yang mengandalkan kemampuan mendengar dan menghafal. Sebagai gantinya ia menekankan pentingya kreativitas dan keterlibatan siswa dalam diskusi dan pemecahan masalah.

Sejalan dengan teori John Dewey diatas Penulis fokus mengangkat kualitas mata kuliah dalam pendidikan program studi kearsipan di perguruan tinggi.

  1. Membaca

Beberapa teori tentang “membaca” yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh dunia antara lain:

  1. Chambers dan Lowry (Burn, Roe dan Ross,1984) menggaris bawahi dan menegasakan bahwa membaca lebih dari sekedar mengenali kata-kata tetapi juga membawa ingatan yang tepat, merasakan dan mendefinisikan beberapa keinginan, mengidentifikasi sebuah solusi untuk memenuhi keinginan, memilih cara alternatif, percobaan dengan memilih, menolak atau menguasai jalan atau cara yang dipilih, dan memikirkan beberapa cara dari hasil yang evaluasi. Hal tersebut secara keseluruhan termasuk respon dari berpikir.
  2. Stauffer (Petty & Jensen, 1980) menganggap bahwa membaca, merupakan transmisi pikiran dalam kaitannya untuk menyalurkan ide atau gagasan. Selain itu,membaca dapat digunakan untuk membangun konsep, mengembangkan perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, membantu mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.

 

Berlandaskan teori tersebut di atas, Penulis berpendapat bahwa Seorang Arsiparis mau tidak mau di dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan aktivitas membaca. Disinilah keberuntungan seorang Arsiparis yang akan mendapatkan posisi yang paling strategis dan istimewa untuk mengetahui dan memahami seluruh aktivitas yang dilakukan lembaga/instansi tempat yang bersangkutan bekerja.

 

ANALISIS

 

MANAJEMEN KEARSIPAN KELAS DUNIA DI INDONESIA

 

Sebelum kita berselancar mengarungi lautan gagasan Penulis, perlu disepakati untuk menganggap Penulis sebagai Pemimpin Reformasi Pendidikan Ahli Arsip di Indonesia, dengan kata lain “Anggap Aku Komandan Reformasi Pendidikan Ahli Arsip”, sehingga perhatian terhadap kewibawaan tulisan ini dapat ditingkatkan, karena dikondisikan layaknya sedang membaca tulisan dari pemimpin/atasan para pembaca sendiri, guna fokus memperoleh ide/gagasan baru ataupun inspirasi untuk dunia kearsipan Indonesia.

 

Sebagai komandan, Penulis akan mengambil langkah pertama yang strategis yaitu Indonesia harus memiliki Konsep “Manajemen Kearsipan Standar Dunia” terlebih dulu. Mereka yang berkompeten terhadap Pendidikan Ahli Arsip semuanya diundang dalam Workshop Penyusunan Buku “Manajemen Kearsipan Indonesia”  berstandar Internasional, karena akan dibaca dan dipelajari oleh calon-calon Ahli Arsip Indonesia Tingkat Dunia.

 

Dalam workshop tersebut kita berkesempatan untuk menyepakati hanya memilih satu pandangan terhadap berbagai perbedaan pendapat yang ada di dalam lingkup pengetahuan ilmu kearsipan. Kita bersepakat terhadap satu pengertian/pemahaman mulai dari tahap: (1) Penciptaan Arsip (Konsep, Daftar, Formulir); (2) Pengurusan dan Pegendalian Arsip; (3) Referensi Arsip (Klasifikasi, Indeks, Pemberkasan, Penemuan Kembali); (4) Penyusutan; (5) Pemusnahan; (5) Penyimpanan di Unit Kearsipan; (6) Penyimpanan di Arsip Nasional RI; (7) Penyimpanan Arsip Nasional Daerah.

 

Setelah penyusunan konsep Manajemen Kearsipan Indonesia rampung, maka konsep ini harus disahkan oleh Menteri Pendidikan Nasional RI. Sejak saat itulah seluruh perguruan tinggi, lembaga, instansi, organisasi yang menyelenggarakan pendidikan Ahli Arsip harus menggunakan buku induk “ Manajemen Kearsipan Indonesia” ini.Satu langkah mendasar untuk menghasilkan Ahli Arsip Tingkat Dunia sudah tergagas.

 

MATA KULIAH PENDIDIKAN AHLI ARSIP

 

Dengan tujuan untuk menghasilkan Ahli Arsip Tingkat Dunia, maka langkah strategis kedua adalah merevisi silabus mata kuliah yang ada. Silabus mata kuliah yang akan direvisi ini harus mengacu kepada tujuan di atas. Berikut usulan Silabus Mata Kuliah Arsip Tingkat Dunia yang minimal harus ada dalam kurikulum:

 

  1. Records Creation
  2. Forms Design;
  3. Forms Management;
  4. Reports Management;
  5. Management of Information System;
  6. Directives Management.

 

  1. Records Use and Maintenance
  2. Filing and Retrieval System;
  3. Files Management;
  4. Mail and Telecomunication Manaement;
  5. System Anaysis;
  6. Vital Records Programs;
  7. Records Center.

 

  1. Records Disposal
  2. Identification and Description of Records Series;
  3. Development ofRecords Retention and Disposal Schedule;
  4. Records Appraisal;
  5. Records Destruction;
  6. Transfer of Records to the Archieves.

 

  1. Pendukung
  2. Sejarah Ilmu Kearsipan;
  3. Manajemen Informasi;
  4. Organisasi tatalaksana dan LembagaKearsipan;
  5. Manajemen Records Center;
  6. Metode Penelitian dan Laporan;
  7. Manajemen Reprografi Arsip;
  8. Metode Deskripsi Arsip Dinamis & Statis;
  9. Manajemen Arsip Elektronik/Audio Visual (Electonic Filing System);
  10. Manajemen Pemasaran Jasa Kearsipan;
  11. Manajemen Rekam Medis (Medical ecords Management);
  12. Manajemen Arsip Lembaga Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif;
  13. Manajemen Pemeliharaan dan Pengamanan Arsip;
  14. Manajemen Akuisisi Arsip;
  15. Manajemen Perancangan Pola/Skema Klasifikasi Arsip;
  16. Manajemen Perancangan Jadwal Retensi Arsip;
  17. Manajemen Arsip Sejarah Lisan;
  18. Etika Arsiparis/Profesi Kearsipan;
  19. Manajemen Perkantoran/Sekretaris;
  20. Manajemen Perpustakaan;
  21. Manajemen Permuseuman;
  22. Lingkup dan Pola Klasifikasi Arsip bidang:
  • Hukum;
  • Politik
  • Ekonomi/Keuangan;
  • Perbankan;
  • Sosial;
  • Budaya;
  • Pendidikan;
  • Kesehatan;
  • Kehutanan;
  • Kelautan;
  • Perikanan;
  • Pertanian;
  • Olahraga;

 

PEMBINAAN KEARSIPAN

 

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tanggal 23 Oktober 2009 tentang Kearsipan, penyelenggaraan kearsipan secara nasional menjadi tanggung jawab ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) sebagai penyelenggara kearsipan nasional. Tanggung jawab peneyelenggara kearsipan dimaksud meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip.

 

Pembinaan kearsipan nasional dilaksankan oleh Lembaga Kearsipan Nasional terhadap pencipta arsip tingkat pusat dan daerah. Lembaga kearsipan Daerah Provinsi, Lembaga Kearsipan Daerah Kabupaten/Kota, dan Lembaga Kearsipan Perguruan Tinggi.

 

Memperhatikan posisi ANRI sebagai Pembina kearsipan nasional dan begitu luasnya negeri ini, timbul pertanyaan apakah mungkin dengan jumlah sumber daya manusia yang terbatas di ANRI akan optimal membina kearsipan seluruh pencipta arsip di seluruh Indonesia? Mungkin saja bisa dengan koordinasi yang baik, ANRI mampu membina kearsipan terhadap seluruh Lembaga Pemerintah, lantas bagaimana dengan Pembinaan Kearsipan terhadap Perusahaan Swasta, Organisasi Politik, Organisasi Kemasyarakatan, dan Perseorangan ?

 

Penulis sama sekali tidak meragukan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki ANRI, tetapi keterbatasan jumlah sumber daya manusia itulah yang harus dicarikan solusi terbaiknya. Kita semua harus sadar bahwa pembinaan kearsipan nasional jangan membebankan tanggung jawabnya hanya ke ANRI saja, kita semua dan siapa pun kita harus turut menjadi “agen” Pembina sekaligus peduli terhadap kearsipan.

 

SUMBER DAYA MANUSIA KEARSIPAN

 

Arsiparis memiliki kesempatan langka yang istimewa karena arsiparis lah yang memiliki akses untuk membaca seluruh arsip yang menjadi tanggungjawabnya di Unit Kearsipan. Dengan kata lain Arsiparis pada hakekatnya akan dapat mengetahui seluruh permasalahan yang terkandung di dalam koleksi arsip yang tersimpan. Tentu Sumpah Jabatan sebagai Arsiparis untuk menjaga kerahasiaan arsip wajib dipegang teguh.

 

Adalah tidaklah berlebihan kalau kita katakan bahwa Arsiparis adalah Sumber Informasi Berjalan dan kalau saja seorang Arsiparis dapat menjaga integritas dan senantiasa meningkatkan kualitas diri dan pengetahuannya, maka lembaga/instansi tempat yang bersangkutran bekerja sangat diuntungkan. Adalah sesuatu yang bukan mustahil bahwa pada saatnya Unit Kerasipan mampu memproduksi buku sejarah perjalanan lembaga/instansi beserta kebijakan yang pernah diambil secara paripurna.

 

Survei di lapangan, menunjukkan bahwa teman-teman Penulis sesama Alumni Program Diploma Kearsipan dari UI kini telah menduduki posisi penting di lembaga/instansi mereka masing-masing. Mereka bekerja di bidang kearsipan dan tidak sedikit bekerja di bidang tugas lainnya. Sebut saja Pribadi Penulis yang kini masih bekerja di Bank Sentral telah mencapai level Manajer (Peneliti, Analis) di berbagai bidang, berpengalaman mulai dari bidang Adminstrasi, Anggaran, Logistik, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Akunting, Akses Keuangan dan UMKM, Operasional Kas, serta Pengaturan & Pengelolaan Kearsipan sendiri. Kemudian teman-teman yang telah mencapai level Manajer (dengan jabatan Arsiparis, Peneliti, Analis) di Perbankan, Perusahaan BUMN, dan Perusahaan/Lembaga Swasta. Bahkan beberapa teman alumni yang telah berhasil menggapai jenjang pangkat Direktur & Kepala Pusat di bidang kearsipan di lembaga Pemerintah Non Kementerian.

Mereka semua adalah akses luar biasa yang dimiliki negeri ini untuk perkembangan bidang kearsipan. Mereka memiliki tekad yang bagus untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sampai dengan menapai jenjang S2 dan S3 di berbagai cabang ilmu.

 

Seorang Arsiparis tidak mesti seumur masa dinasnya di Unit Kearsipan, tetapi terbuka untuk menduduki jabatan di unit-unit kerja lainnya, maka akan memberi warna wawasan di bidang yang ditempati. Dengan kata lain Arsiparis siap menduduki jabatan apapun di suatu lembaga, karena memang Arsiparis (yang sudah berbekal matakuliah yang telah direformasi) tersebut disiapkan untuk menjadi  seorang Pemimpin sekaligus profesional di bidang apapun, karena kualitasnya menguasai banyak bidang dan senang membaca.

Kondisi yang diciptakan tersebut menjadikan keberadaan Arsiparis tidak akan berkurang, mereka akan terus hadir di dunia kerja dengan berbekal kekuatan berfikir sistematika dan logis.

 

KESIMPULAN SAN SARAN

 

Tulisan ini adalah hasil pengamatan dan analisa Penulis  yang sejak lama terhadap kondisi kearsipan di Indonesia. Masih telalu banyak Pekerjaan Rumah kita untuk membina kearsipan terutama terhadap Lembaga/Institusi/Perusahaan Swasta/non Pemerintah yang juga seharusnya terjamin dalam ketersediaan arsip. Selama ada ketersediaan arsip, maka akuntabilitas dan transparasi itu akan selalu hadir menunjukkan tata kelola (governance) yang prima. Banyak cara yang dapat digunakan sehingga penerapan sistem kearsipan berstandar internasional di negeri besar ini dapat terjawab, yaitu:

  1. Mendorong setiap Perguruan Tinggi untuk membuka Program Studi Kearsipan (D3 / S1), sehingga kebutuhan Arsiparis di Indonesia terpenuhi.
  2. Mendorong setiap Perguruan Tinggi untuk membuka LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) khusus bidang kearsipan, sehingga dapat memberina bantuan/bimbingan/konsultasi kearsipan kepada lembaga/instansi/ perusahaan/organisasi, dan masyarakat umum.
  3. Mendorong dibentuknya forum-forum komunikasi kearsipan berdasarkan sektor bidang tugas masing-masing lembaga/instansi/perusahaan. Misalnya Forum Komunikasi Kearsipan: Perbankan, Teknologi,Hukum, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan sektor lainnya. Dengan terbentuknya forum-forum komunikasi  kearsipan tersebut akan lebih memudahkan di dalam melakukan pembinaan dan standarisasi sistem kearsipan berkelas dunia.
  4. Mendorong pihak swasta untuk membangun Gedung/Depo Arsip yang dapat disewa oleh lembaga/perusahaan untuk menyimpan arsip dinamis inaktifnya. Pembinaan untuk standarisasi pembangunan/struktur bangunan gedung arsip dan standarisasi pengelolaannya dapat dilakukan oleh LPPM sekaligus menyediakan Arsiparis sebagai sumber daya manusia di Gedung Arsip (Records Center) yang profesional.

 

Gagasan strategis dan cerdas seperti tersebut di dalam tulisan ini perlu  dikaji lebih lanjut dan segera diimplimentasikan segera. Kiranya tidak sampai sepuluh tahun ke depan, dokumen/arsip yang tercipta di negeri besar ini akan sangat tekendali dan berfungsi strategis guna berperan efektif dalam kesediaan informasi yang akurat dan mampu menjadi simpul pemersatu bangsa dalam arti yang sesungguhnya. Maka arsip tidak lagi hanya membeku dan membisu, tidak lagi sekedar penghias di rak-rak arsip dalam Records Center yang megah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2009. Undang-undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Lembaran Negara RI Tahun 2009, N0. 152. Sekretariat Negara. Jakarta.

 

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah  No. 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Lembaran Negara RI Tahun 2012, N0. 53. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jakarta.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *